Memasuki awal tahun 2021, platform media sosial maupun digital
kebanjiran berita bencana dunia maupun bencana akhirat. Bencana dunia, meliputi
fenomena banjir, hilangnya pesawat sriwijaya air, serta tak luput berita covid-19
yang seolah tidak ada hentinya meskipun sudah ada perkembangan lebih lanjut
dengan ditemukannya vaksin. Sedangkan bencana akhirat tidak lain adalah
wafatnya Ulama-ulama pewaris para Nabi. Seolah berita duka merupakan komoditas
menarik untuk diberitakan terus menerus, tanpa menimbang aspek psikologis yang
dihasilkan. Pemberitaan duka memang perlu untuk disampaikan, namun dalam kadar
seperlunya dan secukupnya. Media bertanggungjawab dalam menyampaikan berita
yang objektif dan berimbang.
Marilah tengok, pola pemberitaan pada beberapa negara maju,
semisal Jepang. Andaikan tragedi Hiroshima dan Nagasaki diberitakan dengan
terlalu dramatis, barangkali tidak mungkin dapat kita jumpai Jepang seperti sekarang.
Biar bagaimanapun, informasi yang diterima oleh khalayak secara tidak langsung akan
terekam dalam memori, lantas membentuk pola sikap melankolis dramatis, meratapi
sebuah kesedihan berlarut-larut. Membuat orang kesulitan untuk bergerak, karena
fikiran sudah terpenuhi dengan gambaran muram. Akibatnya, tercipta pola
masyarakat yang kurang bersyukur, gemar melihat orang kesusahan, sulit melihat orang
berbahagia.
Memupuk motivasi dan kebahagiaan seakan menjadi hal tabu, hal demikian dianggap sebagai sikap kesombongan, dan objek bullying serta perisakan. Sedangkan mengumbar kesedihan merupakan hiburan dan kelumrahan yang dapat diterima. Kondisi ini, berpotensi menjadikan masyarakat yang kurang kreatif, dan sulit berkembang.
Lantas bagaimana menyikapi pemberitaan yang begitu dieksploitasi secara berlebihan. Merefleksi kembali pesan Sohabat Umar Ibn Khattab "redamlah keburukan dengan tidak membicarakannya". Pesan ini, sepemahaman penulis mengandung maksud untuk mengabaikan atau menanggapi pemberitaan dengan secukupnya. Ditambah dengan meningkatkan rasa Syukur kepada Allah Ta'ala terhadap segala nikmat yang telah diberikan, mengoptimalkan potensi diri, serta menyibukkan dan berfokus terhadap hal yang lebih bermanfaat.
Betul mas, lebih baik kita selalu berpikir yang positif. Membuang kenangan buruk agar harapan baik selalu tumbuh dan terbangun.
BalasHapusEnggeh pak.
BalasHapus