Jumat, 22 Januari 2021

Eksploitasi Duka Oleh Media

Memasuki awal tahun 2021, platform media sosial maupun digital kebanjiran berita bencana dunia maupun bencana akhirat. Bencana dunia, meliputi fenomena banjir, hilangnya pesawat sriwijaya air, serta tak luput berita covid-19 yang seolah tidak ada hentinya meskipun sudah ada perkembangan lebih lanjut dengan ditemukannya vaksin. Sedangkan bencana akhirat tidak lain adalah wafatnya Ulama-ulama pewaris para Nabi. Seolah berita duka merupakan komoditas menarik untuk diberitakan terus menerus, tanpa menimbang aspek psikologis yang dihasilkan. Pemberitaan duka memang perlu untuk disampaikan, namun dalam kadar seperlunya dan secukupnya. Media bertanggungjawab dalam menyampaikan berita yang objektif dan berimbang.

Marilah tengok, pola pemberitaan pada beberapa negara maju, semisal Jepang. Andaikan tragedi Hiroshima dan Nagasaki diberitakan dengan terlalu dramatis, barangkali tidak mungkin dapat kita jumpai Jepang seperti sekarang. Biar bagaimanapun, informasi yang diterima oleh khalayak secara tidak langsung akan terekam dalam memori, lantas membentuk pola sikap melankolis dramatis, meratapi sebuah kesedihan berlarut-larut. Membuat orang kesulitan untuk bergerak, karena fikiran sudah terpenuhi dengan gambaran muram. Akibatnya, tercipta pola masyarakat yang kurang bersyukur, gemar melihat orang kesusahan, sulit melihat orang berbahagia.

Memupuk motivasi dan kebahagiaan seakan menjadi hal tabu, hal demikian dianggap sebagai sikap kesombongan, dan objek bullying serta perisakan. Sedangkan mengumbar kesedihan merupakan hiburan dan kelumrahan yang dapat diterima. Kondisi ini, berpotensi menjadikan masyarakat yang kurang kreatif, dan sulit berkembang.

Lantas bagaimana menyikapi pemberitaan yang begitu dieksploitasi secara berlebihan. Merefleksi kembali pesan Sohabat Umar Ibn Khattab "redamlah keburukan dengan tidak membicarakannya". Pesan ini, sepemahaman penulis mengandung maksud untuk mengabaikan atau menanggapi pemberitaan dengan secukupnya. Ditambah dengan meningkatkan rasa Syukur kepada Allah Ta'ala terhadap segala nikmat yang telah diberikan, mengoptimalkan potensi diri, serta menyibukkan dan berfokus terhadap hal yang lebih bermanfaat.

2 komentar:

  1. Betul mas, lebih baik kita selalu berpikir yang positif. Membuang kenangan buruk agar harapan baik selalu tumbuh dan terbangun.

    BalasHapus

Coretan Kecil Penataran Metode An-Nahdliyah

Stick Sentuhan Jiwa, termasuk salah satu ciri khas dalam pengajaran al-Qur'an dengan Metode an-Nahdliyah . Kurang lebih demi...