Ruang-Literasi-Fahmi
Senin, 07 November 2022
Coretan Kecil Penataran Metode An-Nahdliyah
Kamis, 25 Februari 2021
Membaca Kepribadian
Minggu, 31 Januari 2021
Ketika aku memandang tentang Jawa
Selasa, 26 Januari 2021
Puisi Gus Mus
Jumat, 22 Januari 2021
Eksploitasi Duka Oleh Media
Memasuki awal tahun 2021, platform media sosial maupun digital
kebanjiran berita bencana dunia maupun bencana akhirat. Bencana dunia, meliputi
fenomena banjir, hilangnya pesawat sriwijaya air, serta tak luput berita covid-19
yang seolah tidak ada hentinya meskipun sudah ada perkembangan lebih lanjut
dengan ditemukannya vaksin. Sedangkan bencana akhirat tidak lain adalah
wafatnya Ulama-ulama pewaris para Nabi. Seolah berita duka merupakan komoditas
menarik untuk diberitakan terus menerus, tanpa menimbang aspek psikologis yang
dihasilkan. Pemberitaan duka memang perlu untuk disampaikan, namun dalam kadar
seperlunya dan secukupnya. Media bertanggungjawab dalam menyampaikan berita
yang objektif dan berimbang.
Marilah tengok, pola pemberitaan pada beberapa negara maju,
semisal Jepang. Andaikan tragedi Hiroshima dan Nagasaki diberitakan dengan
terlalu dramatis, barangkali tidak mungkin dapat kita jumpai Jepang seperti sekarang.
Biar bagaimanapun, informasi yang diterima oleh khalayak secara tidak langsung akan
terekam dalam memori, lantas membentuk pola sikap melankolis dramatis, meratapi
sebuah kesedihan berlarut-larut. Membuat orang kesulitan untuk bergerak, karena
fikiran sudah terpenuhi dengan gambaran muram. Akibatnya, tercipta pola
masyarakat yang kurang bersyukur, gemar melihat orang kesusahan, sulit melihat orang
berbahagia.
Memupuk motivasi dan kebahagiaan seakan menjadi hal tabu, hal demikian dianggap sebagai sikap kesombongan, dan objek bullying serta perisakan. Sedangkan mengumbar kesedihan merupakan hiburan dan kelumrahan yang dapat diterima. Kondisi ini, berpotensi menjadikan masyarakat yang kurang kreatif, dan sulit berkembang.
Lantas bagaimana menyikapi pemberitaan yang begitu dieksploitasi secara berlebihan. Merefleksi kembali pesan Sohabat Umar Ibn Khattab "redamlah keburukan dengan tidak membicarakannya". Pesan ini, sepemahaman penulis mengandung maksud untuk mengabaikan atau menanggapi pemberitaan dengan secukupnya. Ditambah dengan meningkatkan rasa Syukur kepada Allah Ta'ala terhadap segala nikmat yang telah diberikan, mengoptimalkan potensi diri, serta menyibukkan dan berfokus terhadap hal yang lebih bermanfaat.
Sabtu, 09 Januari 2021
Mengambil I’tibar dari Nyamuk
Kehadiran nyamuk memang menjengkelkan bagi manusia, suara dengungan disertai gigitan yang tidak mengenakkan dapat mengganggu tidur menjadi tidak nyenyak. Selain itu penyakit berbahaya (seperti demam berdarah, kaki gajah, dan malaria) yang dapat berujung pada kematian bisa diderita meskipun hanya dengan satu gigitan kecil. Tak pelak keadaan ini, menjadikan nyamuk menjadi semakin dibenci oleh manusia.
Nyamuk merupakan serangga dengan sepasang sayap bersisik.
Sayap tersebut, mampu mengepak 1000 kali per menit, dengan postur tubuh langsing serta mempunyai enam
kaki. Nyamuk memiliki ukuran yang berbeda-beda, namun jarang sekali ukurannya lebih
dari 15 mm. Dalam bahasa Inggris, nyamuk dinamakan dengan “Mosquito”, yang
berasal dari bahasa Spanyol atau Portugis yang berarti lalat kecil, nama
tersebut digunakan sejak tahun 1583 hingga sekarang. Di negeri Inggris nyamuk
dikenal sebagai gnats. Tercatat lebih dari tiga ribu spesies nyamuk yang
beterbangan di muka bumi ini, baik di tempat yang beriklim panas maupun
beriklim dingin. Meskipun mampu hidup di kutub, sebagian besar nyamuk lebih
suka hidup di daerah yang beriklim tropis dengan kelembaban tinggi seperti di
Indonesia.[1]
Meskipun cenderung tidak disukai, faktanya nyamuk memiliki
kisah heroik dalam literatur agama Islam. Kisah tersebut, terjadi ketika nyamuk
membantu Nabi
Ibrahim, untuk menghukum kedzaliman raja Namrud, yaitu dengan memasuki kepala sang
raja melalui lubang hidung, kemudian memakan daging dan darah dalam tubuhnya
secara perlahan selama beberapa hari hingga membuatnya sangat menderita.
kemudian di tengah keuputus asaan sang raja menhafdapi siksaan nyamuk dari
dalam tubuhnya, ia menghantam kepalanya sendiri dengan sepotong besi sampai hancur
dan meninggal dunia.[3]
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Allah Ta`ala pernah menyebut hewan ini, dalam suatu ayat :
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu... (al-Baqarah : 26)
Ayat di atas turun berkenaan
dengan dengan ledekan kaum munafik yang menyatakan bahwa Allah Ta`ala maha agung, sehingga hanya
menjadikan api (2;17) dan hujan (2;19), suatu elemen yang dianggap besar sebagai
permisalan. Oleh karena itu, melalui ayat ini Allah menjawab bahwa dalam
penciptaan makhluk sekecil nyamuk Dia tidak segan menjadikannya permisalan agar
diambil hikmah dan pelajaran.[4]
Melalui ayat ini, Allah hendak
menguji manusia, apakah mampu mengambil pelajaran tentang keagungan Allah dalam
menciptakan segala sesuatu dengan penuh hikmah walaupun dengan pada makhluk
yang dianggap kecil dan remeh. Menanggapi hal ini, tentulah, orang beriman akan
mengakuinya, sebari bertasbih
kepada-Nya, sedangkan orang kafir lebih memilih untuk mengingkarinya.
Pada masa sekarang, seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia mengerti bahwa
persoalan yang ditimbulkan oleh nyamuk bukanlah perkara kecil. Melalui
penglihatan mikroskopis, dapat dilihat berbagai macam penyakit mematikan dibawa
oleh nyamuk.[5]
Untuk itu, penting menjaga lingkungan agar terhindar dari gangguan nyamuk. Terlebih
di awal musim penghujan, dimana banyak nyamuk demam berdarah berkeliaran.
Allah Ta`ala tidaklah menciptakan
segala sesuatu dengan sia-sia, melainkan terdapat hikmah yang dapat dipetik.
Berikut ada beberapa pelajaran dan kemanfaatan dari nyamuk :
1. Suara dengungan nyamuk disertai gigitan kecil, dapat menjadi
“alarm” alami untuk membangunkan manusia agar bangun sejenak menghidupkan malam
dengan ibadah (Qiyamul Lail)
2. Anatomi nyamuk yang kecil namun memiliki kompleksitas fungsi, dapat
mengingatkan orang beriman pada kebesaran Allah Ta`ala dalam menciptaka segala
sesuatu dengan begitu terperinci.
3. Fase kehidupan nyamuk yang terbilang singkat, dapat menjadi pelajaran
berharga bahwa kehidupan di dunia teramat singkat, sehingga merugilah orang
yang tidak mampu mengisi kehidupan dengan memperbanyak amal kebajikan.
4. Kepatuhan nyamuk dalam menjalankan tugas untuk menggigit tidak tebang
pilih, baik itu kaya, miskin, orang elit, maupun orang elit, oleh karena itu
sepatutnya manusia mengambil pelajaran kepatuhan tersebut dalam menjalankan
tugas untuk taat dan beribadah kepada Allah Ta’ala
[1]http://id.m.wikipedia.org/wiki/Nyamuk diakses pada 1 Pebruari 2019, 21.00 WIB
[2]Ibid
[3]Abu al-Fida’ Isma`il ibn Katsir al-Dimasyqi,
al-Bidayah wa al-Nihayah, (Kairo : Dar al-Hijr, 1997), j.1 h.345
[4]Abu Ja’far Ibn Jarir al-Thabari, Tafsir
al-Tahabri, (Kairo : Dar al-Hijr, 2001), j.1, h.423
[5]Fitri Nadhifa dkk, Identifikasi Larva
Nyamuk Pada Tempat Penampungan Air di Padukuhan Dero Condong, Catur, Kabupaten
Sleman dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, (STIKES Guna Bangsa
Yogyakarta : 2016)
Coretan Kecil Penataran Metode An-Nahdliyah
Stick Sentuhan Jiwa, termasuk salah satu ciri khas dalam pengajaran al-Qur'an dengan Metode an-Nahdliyah . Kurang lebih demi...
-
Memasuki awal tahun 2021, platform media sosial maupun digital kebanjiran berita bencana dunia maupun bencana akhirat. Bencana dunia, melipu...
-
Kau ini bagaimana atau aku harus bagaimana…. Kau ini bagaimana… Kau bilang aku merdeka Tapi kau memilihkan untukku segalanya Kau ini bagaima...
-
Stick Sentuhan Jiwa, termasuk salah satu ciri khas dalam pengajaran al-Qur'an dengan Metode an-Nahdliyah . Kurang lebih demi...